Ini bukan satu fenomena sang pemikir yang sepi seperti aku
membaca wajah kosong dan suara tersekat di kerongkong
tapi ini satu gejala yang telah lama aku tidak mendengarnya
batu-batu dan bunga-bunga yang berbisik bahasa kesedihan
betapa sulitnya hidup yang bergelumang dengan kesunyian
wahai pintu hati, mengapa begitu lama tidak juga terbuka
sedangkan ia tidak berkunci, ruang tamu yang menanti
sekian waktu membiarkan dia datang dan pergi
seperti unggas menghinggap dan terbang lagi.
Tapi katamu aku harus membiarkan pintu itu terbuka
agar segala milikku tetap dapat dilihat dan bertambah
mengundang tetamu datang dari luar berbagai daerah
sebagai seorang pemikir tentunya aku bertanya tanya
wahai tetamuku, wajarkah aku membiarkan pengaruhmu
datang dan pergi seperti angin tanpa kesan, tanpa keizinan
mengkhabarkan tentang langit senja atau ombak samudera
melihat aku laksana kapal yang bertarung ribut musim
hidup berpandukan bintang-bintang di langit malam
darah dan urat sarafku diserap wajah alam yang sepi
berkematuk dalam kamar diri, dinding pintu ternganga
agar saling mengenali diri dan siapa pula di luar sana.