AKU biarkan kedua mataku membelai raut wajah Mama. Bagaikan seorang silap mata, kubayangkan tanganku miliki kuasa untuk menyulap setiap penderitaan yang ditanggung Mama. Kusulap kesakitan yang mendera jiwanya. Kupadamkan segala masalah mengusutkan mindanya. Kuragut lalu kubuang setiap… kelelahannya ke luar jendela. Yang wujud dalam diri Mama hanya ketenangan. Merdeka dari segala punca ancaman penderitaan.
Namun, Mama… aku bukan silap mata yang hebat. Aku tidak mampu lakukan itu semua. Kubisik ayat-ayat terluka pada angin malam yang menyinggah damai di dalam kamar kami. Mama… sepasang mata ini masih belum puas menatap dan mencumbu kasih kepadamu. Ah, mengapa sukar untukku menahan gempulan awan hitam di mata ini dari terus berhujan? Mama… sekali lagi kusebut nama itu segenap cinta.