Esok kita kembali pada takdir Antara untung sabut dan untung batu Tanpa kita ketahui di bumi mana kita berdiri Menyaksikan tingkah dan langkah Menyaksikan sorak dan ketawa
Aku hanya meraih kehidupan yang ada ini aku sudah melalui kemiskinan dan tidak aku anggap ia sebagai keturunan dunia berubah kampung berubah manusia berubah kedangkalan dan kedegilan yang sering
Sayang, kalau aku dapat berbicara menghadap matamu yang tajam, akan aku ibaratkan matamu baris-baris puisi yang menyepi Tanpa nada tanpa kata Tapi berhati budi Kau terselindung dalam nadi yang
Berharap pada harapan kita seperti mengayuh sebuah sampan Jangan sampai hanyut dipukul gelombang Berharap pada anugerah Jangan sampai kita bermegah-megah Nanti takut dermaga pecah Berharap pada yang
Perempuan itu Sudah lama duduk di jambatan waktu Menghitung kasihnya pada jalur-jalur masa yang tidak menentu Ada waktunya dia kesepian Meminta secupak cinta yang kering di mayapada Dia terus berlari
Di sini hanya punya hati yang ingin meniti erti pada jarak mencari sanubari Ah engkau ada soalan untuk tuhan buang saja topeng-topenganmu biar ada kewajaran biar ada kesempurnaan tinggalkan suaramu
Airmu tidaklah sepanas nada yang diucapkan cukuplah sekadar memanaskan kakiku yang tenggelam di dadamu Lebih dari itu ia menjadi gurindam hangat mendidih pada rindu yang terasing