Seribu jenjang tak bisa menghalau mimpi ngeri Kawabata bertelanjangan nafsu dan usia Cinta sekarat yang berserabut Hidup jadi tambah takut Kalau aku pelayan yang menjerang wangi pagi Kan kusuruh kau
Ah...! Kau pun masih berkata lagi seperti aku yang masih menjilat luka dari mabuk cinta yang kehilangan seorang Laila lihatlah anjing yang berkeliaran dirasuk malam sihir angin yang tidak menunjukkan
Dua abad yang lalu malam melebarkan selimut cintanya dan aku mencari wajahmu bulan purnama. Berjurai cahaya sedih di matamu ada pulauku yang ditenggelami banjir tubuhmu pantai putih tempat permainan
Tidak selalu aku melihat wajahnya - di tirai malam, berambutkan seekor serigala matanya melingas, merenung wajahku cemas tidak juga bulan, menemani setiap kembaranya namun tidak ada kesempatan untuk
Seandainya keindahan itu bukan lagi untuk kita yang kehilangan bunga pekerti dan harumnya langka kerana pohon sejarah dan dedaun masa gugur entah ke mana yang masih berdiri adalah tubuh-tubuh bak
Ini bukan satu fenomena sang pemikir yang sepi seperti aku membaca wajah kosong dan suara tersekat di kerongkong tapi ini satu gejala yang telah lama aku tidak mendengarnya batu-batu dan bunga-bunga
Semalam tanpa rela kau ucapkan salam perpisahan pohon tua yang kesepian dan sedihnya warna senja ia cukup tahu bila kesementaraan itu memandang matamu mencari akar-akar yang melilit jejak kakimu
Di mana hati itu yang selalu resah dan ke mana pula ia pergi menghilang? Waktu berjaga dalam ngantuk di lipatan hari-hari yang berlalu tapi tak kujumpa juga wajahnya malam dan siang menjauh adalah